Belajar Dapur Tim NBA di Arco Arena oleh Azrul Ananda (2/3)

Baca bagian 1/3 di sini

Masuk Ruang Ganti Dancer, Jalan di Langit-Langit Gedung

Semusim, satu tim NBA harus menggelar 41 pertandingan di kandang sendiri. Dan setiap laga itu harus dikemas bak sirkus besar. Berikut catatan lanjutan Wakil Direktur Jawa Pos dan Commissioner DBL Azrul Ananda.

Sebuah tim NBA merupakan perusahaan sports & entertainment bernilai ratusan juta dolar Amerika Serikat. Untuk gaji pemain saja (total sekitar 15 orang), semusim mencapai kisaran USD 60 juta (Rp 560 miliar).

Sacramento Kings bukanlah tim besar untuk ukuran NBA. Namun, tim itu tetap punya standar tinggi (termasuk paling tinggi) karena punya pemilik yang memang aktif di dunia entertainment. Keluarga Maloof, yang juga pemilik kasino Palms di Las Vegas, memang punya visi untuk menjadikan Kings sebagai tim elit meski berada di kota ukuran sedang.

Karena itu, salah satu departemen terpenting adalah departemen kreatif dan entertainment, di bawah komando Tom Vannucci dan Maurice Brazelton. Mereka bukan hanya menyiapkan kemasan pertandingan yang atraktif untuk penonton, juga me-manage dance team dan maskot tim. Sekaligus membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan promosi tim, termasuk yang melibatkan para pemain.

Vannucci baru dua tahun bekerja untuk Kings. Dia tidak punya background basket. Latar belakangnya benar-benar entertainment, dulu pernah bekerja untuk Universal. Karena itulah, untuk operasional departemen, dia dapat bantuan dari Maurice Brazelton, yang punya background basket sebagai pemain, pelatih, plus pernah menjadi wasit NCAA (liga universitas di AS).

’’Tanpa entertainment, pertandingan akan berlangsung hambar. Misi kami adalah memberikan sesuatu yang membuat para penonton sangat berkesan,’’ kata Vannucci.

Untuk itu semua, butuh lebih dari 1.000 orang guna mengelola tim dan menyelenggarakan 41 pertandingan kandang dan lain-lain. Jumlah keseluruhan, Kings memiliki sekitar 120 karyawan tetap, plus sekitar 900 pekerja part time.

***

Sabtu akhir pekan lalu (3/4), siang hari sebelum pertandingan Kings melawan Portland Trail Blazers, saya pun mendapat akses khusus ke berbagai sudut Arco Arena, kandang Kings di Sacramento. Saya diajak menengok kantor-kantor kerja Kings, ruang-ruang ganti, bahkan akses ke tempat-tempat yang tidak banyak diketahui orang. Termasuk berjalan di atas ’’catwalk’’ yang menggantung di atas lapangan, tepat di bawah atap bangunan.

Terus terang, Arco Arena bukanlah gedung mewah untuk ukuran NBA. Usianya sudah 25 tahun dan belakangan banyak menjadi omongan untuk dihancurkan agar Kings bisa berpindah ke arena yang lebih modern. Tapi, bagaimana juga, Arco Arena tetap punya standar NBA dan itu jauh dari segala standar yang ada di Indonesia.

Saya juga punya kesan mendalam dengan gedung tersebut. Pada Desember 1999, di arena itulah saya menjalani wisuda, lulus kuliah dari California State University Sacramento.

Scott Freshour menjadi pemandu saya siang itu. Orangnya sangat ramah dan energik, jelas cocok untuk pekerjaan di departemen entertainment dan menjadi MC pertandingan.

Freshour mengatakan sudah kerja di Kings hampir enam tahun. Saat kuliah di kampus yang sama dengan saya, dia sudah magang di situ. Setelah itu, dia langsung diterima bekerja dan tak pernah memikirkan untuk bekerja di tempat lain. ’’Ini pekerjaan yang cool,” katanya.

Pertama-tama, saya diajak masuk kantor-kantor kerja. Bagian paling depan, dekat pintu masuk dan keluar, adalah kantor human resource department. ’’Kalau ada yang dipecat, di sini mereka dipanggil. Ha ha ha,’’ canda Freshour.

Dari sana saya langsung diajak ke lapangan utama. Kebetulan siang itu seluruh lapangan basket selesai dipasang. Para personel tim tinggal merapikan perlengkapan-perlengkapan pertandingan, seperti perangkat komputer di meja-meja, kabel-kabel, serta mengecek segala sistem pendukung pertandingan (seperti lighting dan sound system).

Karena Arco Arena adalah gedung serbaguna (kadang dipakai balapan motocross juga), lapangan memang harus bisa dibongkar pasang. ’’Lapangan ini terdiri atas sekitar 40 panel. Seperti puzzle. Butuh enam sampai tujuh jam untuk pemasangannya,’’ jelas Freshour.

Dari sana saya diajak masuk ke ruang-ruang ganti. Yang pertama, ruang ganti para personel dance team yang seksi-seksi. ’’Halo, ada orang di dalam?’’ teriak Freshour ketika akan membuka pintu masuk.

Aman, tidak ada orang, maka kami pun ke dalam. Ruang ganti itu cukup fungsional. Ada sekitar 15 bilik, satu untuk setiap personel. Ada meja di tengah untuk ’’rapat’’, ada ruang terpisah lagi untuk menyimpan berbagai perlengkapan.

Dari sana kami ke ruang ganti tim lawan. Kebetulan, ruang ganti Kings sedang dipakai. Jadi, kami tak bisa masuk. Ruang ganti Trail Blazers itu masih kosong karena tim akan datang sorenya. Tapi, berbagai jersey dan sepatu pemain sudah tertata rapi di setiap bilik pemain. Tinggal datang, ganti baju, lalu main.

Dari situ ke ruang wasit. Ketika masuk, saya langsung tertawa. ’’Ternyata di seluruh dunia wasit memang paling dianaktirikan. Ruangannya selalu paling sederhana dan paling kecil,’’ ucap saya kepada Freshour, dibalas dengan tawa.

Saking kecilnya ruang itu, ruang ganti untuk wasit di DBL Arena Surabaya ternyata lebih besar. Sama-sama punya cermin besar, tapi yang di Surabaya sudah dilengkapi kamar mandi dan toilet.

Bedanya, di ruang wasit Arco Arena ada televisi, timer, dan komputer. ’’Gunanya untuk evaluasi pertandingan sehingga wasit bisa langsung mengirimkan laporan ke NBA setelah pertandingan,’’ jelas Freshour.

Ruang paling kocak adalah milik Slamson, sang maskot. Entah karena maskot itu berupa singa atau apa, ruang kerja/gantinya benar-benar dibuat seperti kandang. Bukan ruangan berdinding, melainkan salah satu sudut Arco Arena di bawah tribun, dibatasi dengan terali-terali yang dilapisi kain.

Di dalamnya pun berantakan seperti kandang binatang yang tertutup! Bedanya, singa yang satu ini bekerja untuk tim NBA. Jadi, ada komputer lengkap di situ. ’’Sayang, orang yang bekerja sebagai Slamson sedang keluar. Kalau ada, ingin saya kenalkan. Orangnya seru!’’ kata Freshour.

Kami pun melewati berbagai gudang penyimpanan barang-barang kebutuhan pertandingan Kings. Di salah satu jalur akses masuk gedung yang besar ada sebuah trailer besar dengan berbagai kabel. Di dalamnya ternyata ada dua ruangan serta puluhan monitor dan perlengkapan lain. Rupanya, itulah trailer tim siaran langsung. Pakai trailer karena bisa pindah-pindah tempat.

Lalu, kami mengunjungi ruang-ruang kerja tim entertainment. Vannucci punya ruangan sendiri, dihiasi gambar-gambar penonton atau personel dance team. Brazelton dan Freshour punya bilik kerja di depan ruangan itu.

Yang ruangannya paling seru adalah tim video production Kings. Besar dengan puluhan monitor dan perlengkapan. Merekalah yang memproduksi video-video seru untuk promosi tim dan untuk ditampilkan di monitor empat sisi yang menggantung di tengah arena. Sekaligus membuat berbagai keperluan grafis untuk mendukung video-video tersebut.

Saat keliling-keliling, baik dipandu Freshour maupun Vannucci, kami sering harus bolak-balik karena salah arah. Empat sisi Arco Arena memang terlihat sama, dengan empat pintu yang berdesain mirip, hanya beda nama dan nomor.

’’Meski sudah dua tahun bekerja di sini, sekarang pun saya masih harus jalan terus keliling untuk menemukan tempat yang ingin saya tuju,’’ ungkap Vannucci.

Sebuah tim NBA memang seperti tim produksi besar!

***

Dari kunjungan ’’di balik layar’’ ini, yang paling seru mungkin ketika saya diajak Freshour jalan-jalan di langit-langit Arco Arena. Di atas itu segala perlengkapan lighting dan pertunjukan terpasang. Dari atas pula, banyak hal pendukung acara seru dimulai.

Misalnya, dari atas itu panitia sering melemparkan balon-balon atau hadiah-hadiah ke bawah, ke arah tribun. Dari atas itu juga beberapa pengisi acara –seperti maskot– turun menggunakan tali dan mengundang tepuk tangan heboh penonton.

Untuk menuju ke atas, kami harus melewati lift barang khusus. Pencet lantai lima dan kita pun berada di tempat yang sangat jarang dilalui orang. Freshour bilang, dirinya sebenarnya agak enggan ke lantai atas, lalu jalan-jalan tepat di atas lapangan, tepat di bawah atap gedung. ’’Terus terang saya takut ketinggian. Tapi, demi kamu, hari ini saya naik. Ha ha ha,’’ ucapnya.

Kami berjalan pelan-pelan di jalur-jalur besi yang berlubang-lubang. Bayangkan, sambil berjalan, di bawah kaki kita kita bisa melihat tembus sampai ke dasar gedung! Lumayan serem. Tapi, kalau kita terus fokus melihat ke depan, harusnya tidak masalah.

Dari atas, pemandangan memang seru. Bisa melihat lurus ke bawah, ke arah logo Kings tepat di tengah lapangan. Kebetulan, waktu itu ada banyak anak kecil bermain basket di lapangan.

Kok boleh? Kata Scott Freshour, itu salah satu bagian dari cara mereka menjual lebih banyak tiket pada masa krisis ekonomi ini. ’’Saya tidak hafal detailnya. Tapi, kalau tidak salah, kalau ada grup yang membeli tiket dengan jumlah banyak, mereka boleh main-main di lapangan siang hari sebelum pertandingan resmi,’’ jawabnya.

Situasi ekonomi di Amerika, sudah bukan rahasia lagi, memang sedang tidak nyaman. Kawasan Sacramento termasuk yang kena dampak besar. Tim-tim NBA saat ini benar-benar harus menguras otak untuk menarik lebih banyak penonton.

Sebentar foto-foto di atas, kami pun kembali turun. Sorenya saya diminta kembali pukul 17.30, meski pertandingan sebenarnya baru dimulai pukul 19.00. Kata Freshour, kalau datang dini, ada banyak fasilitas VIP yang bisa saya dapatkan sebelum menonton.

(bersambung)

4 pemikiran pada “Belajar Dapur Tim NBA di Arco Arena oleh Azrul Ananda (2/3)

  1. wah ini posting terpanjang yg pernah gw baca di blog km bro… hehehe
    aku juga pengen liat NBA langsung diamrik sono

Tinggalkan Balasan ke aaslamdunk Batalkan balasan